Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI LUBUK PAKAM
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
12/Pid.Pra/2023/PN Lbp BAKTI SINAGA Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq Kepolisian Resor Kota Besar Medan Cq Reskrim Polrestabes Medan Minutasi
Tanggal Pendaftaran Selasa, 27 Jun. 2023
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 12/Pid.Pra/2023/PN Lbp
Tanggal Surat Selasa, 27 Jun. 2023
Nomor Surat 12/Pid.Pra/2023/PN Lbp
Pemohon
NoNama
1BAKTI SINAGA
Termohon
NoNama
1Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq Kepolisian Resor Kota Besar Medan Cq Reskrim Polrestabes Medan
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Hal    : Permohonan Praperadilan atas nama Bakti Sinaga
Dengan Hormat,
Perkenankanlah kami untuk mengajukan Permohonan Praperadilan terhadap Penetapan sebagai tersangka, penangkapan dan penahanan  dalam dugaan Tindak Pidana Persetubuhan dan atau Melakukan Perbuatan Cabul Terhadap Anak , sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1), (2) Jo 76 D subs Pasal 82 ayat (1) Jo 76 E UU RI No. 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua atas UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-undang oleh KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA CQ. KEPOLISIAN RESOR KOTA BESAR MEDAN CQ. RESKRIM POLRESTABES MEDAN.
Adapun yang menjadi alasan permohonan Pemohon adalah sebagai berikut :
I. DASAR HUKUM (LEGAL STANDING)
1.    Bahwa Pemohon adalah pihak yang disangkakan telah melakukan Tindak Pidana Persetubuhan dan atau Melakukan Perbuatan Cabul Terhadap Anak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1), (2) Jo. 76 D subs Pasal 82 ayat (1) Jo. 76 E UU RI No. 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua atas UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-undang sebagaimana tertuang di dalam Laporan Kepolisian Nomor: LP/B/1560/V/2023/SPKT/POLRESTABES MEDAN/ POLDA SUMATERA UTARA tanggal 15 Mei 2023, Jo. Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/727/VI/RES.1.4./2023/Reskrim/ tanggal 05 Juni 2023, Jo. Rekomendasi Hasil Gelar Perkara tanggal 08 Juni 2023, Jo. Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan tanggal 13 Juni 2023, Jo. Surat Perintah Penangkapan Nomor: SP.Kap/529/VI/RES.1.4./2023/Reskrim tanggal 13 Juni 2023, Jo. Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.Han/320/VI/RES.1.4./2023/Reskrim tanggal 14 Juni 2023;
2.    Bahwa sebagai warga negara yang baik, Pemohon merasa keberatan telah ditetapkan sebagai Tersangka, ditangkap dan ditahan melalui suatu mekanisme dan proses yang telah mengandung cacat Yuridis, sehingga Pemohon mengajukan Permohonan Praperadilan terhadap Termohon melalui sidang Pengadilan Negari Lubuk Pakam Kelas 1A;
3.    Bahwa adapun dasar permohonan Pemohon adalah Pasal 79 yang berbunyi “permintaan pemeriksaan sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh Tersangka, keluarga atau kuasanya kepadanya Ketua Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Kelas 1A Cq. Hakim Tunggal dengan menyebut alasannya”, selanjutnya terhadap penetapan Tersangka yang ditujukan kepada Pemohon merupakan ruang lingkup perkara praperadilan  yang merupakan kewenangan Pengadilan Negeri dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara tentang sah tidaknya suatu penetapan Tersangka, Penangkapan, dan Penahanan sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015;
4.    Bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 pada amarnya pada poin 1.3 menyebutkan “Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tantang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan”, selanjutnya dalam amarnya poin 1.4. disebutkan “Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209)tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledaan dan penyitaan”;
5.    Bahwa penetapan Tersangka sebagai objek praperadilan adalah suatu bentuk pelaksanaan azas keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan hukum, sebab tujuan Mahkahmah Konstitusi adalah semata-mata untuk melindungi setiap warga negara dari penyalahgunaan kekuasaan oleh lembaga negara, pengawasan dan mekanisme kontrol terhadap proses penegakan hukum yang terkait dengan jaminan perlindungan hak asasi manusia, dan penyeimbang dalam hal adanya benturan antara hak-hak individu dengan kekuasaan negara;
6.    Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law;
7.    Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide: Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka, penangkapan dan penahanan;
8.    Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan : Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
1.    Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
2.    Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
3.    Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan”;
9.    Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam   Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah: Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
1.    sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
2.    ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
10.    Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini;
11.    Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut:
 

Pihak Dipublikasikan Ya