Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI LUBUK PAKAM
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2024/PN Lbp CIEN SIONG alias ASIONG Kepala Kepolisian Republik Indonesia Cq Kapolda Sumatera Utara Cq Kapolres Pelabuhan Belawan Minutasi
Tanggal Pendaftaran Rabu, 21 Feb. 2024
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2024/PN Lbp
Tanggal Surat Rabu, 21 Feb. 2024
Nomor Surat 1/Pid.Pra/2024/PN Lbp
Pemohon
NoNama
1CIEN SIONG alias ASIONG
Termohon
NoNama
1Kepala Kepolisian Republik Indonesia Cq Kapolda Sumatera Utara Cq Kapolres Pelabuhan Belawan
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan
Perkenankan kami Para Advokat dari Kantor Advokat Dr. LONGSER SIHOMBING, S.H., M.H. & REKAN alamat Jalan Wahidi No. 25A Pandau Hulu I, Kecamatan Medan Area, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Yang dalam hal ini diwakili oleh:
• Dr. LONGSER SIHOMBING, S.H., M.H.
• Dr. (c) TOMMY ADITIA SINULINGGA, S.H., M.H., CTL.
• EFFENDI JAMBAK, S.H.,M.H.
• SWANDHANA PRADIPTA, S.H., M.Kn.
• IMANUEL SEMBIRING, S.H., M.H.
• OCTO ARYSTHO EMERSON SILITONGA, S.H., CIRP.
 
Bertindak berdasarkan Surat Kuasa Khusus Tanggal 20 Februari 2024 untuk kepentingan hukum Klien: 
Nama : CIEN SIONG alias ASIONG
Umur : 43 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Buddha
Pekerjaan : Wiraswata
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jalan Besi Gang Nilam No. 8-C, Kelurahan Sukaramai 
   II, Kecamatan Medan Area, Kota Medan, Provinsi 
  Sumatera Utara. 
Yang selanjutnya dan seterusnya di dalam  permohonan praperadilan ini disebut sebagai--------------------------------------PEMOHON PRAPERADILAN.
 
Dengan ini memohon pemeriksaan Sidang Praperadilan atas tindakan penetapan status tersangka dan penangkapan tersangka yang dialami oleh Pemohon Praperadilan. Maka dengan ini mengajukan Permohonan Praperadilan terhadap:
1. Kepala Kepolisian Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara Cq Kepala Polisi Resort Pelabuhan Belawan yang berkedudukan di Jl. Raya Pelabuhan Belawan, Bagan Deli, Medan Kota Belawan, Kota Medan, Sumatera Utara, 20411 . Selanjutnya disebut sebagai;------------TERMOHON PRAPERADILAN;
 
Adapun pertimbangan-pertimbangan hukum Pemohon Praperadilan mengajukan permohonan Praperadilan ini adalah sebagai berikut:
A. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
1. Bahwa berdasarkan UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) berbunyi “Negara Indonesa adalah Negara hukum, artinya setiap warga Negara Dan para penylenggara Negara harus tunduk kepada hukum. Ciri khas dan karakter dari sebuah Negara hukum adalah menghormati dan melindungi Hak Asasi Manusia (HAM) setiap warga Negara, terutama dalam proses penegakan hukum karena segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (vide Pasal 27 ayat (1) UUD 1945);
2. Bahwa dengan demikian dalam konsep penegakan hukum, maka pejabat penegak hukum dalam melakukan segala tindakan hukum dibatasi oleh undang-undang agar tidak melakukan tindakan yang semena-mena dan dapat menimbulkan kerugian bagi setiap warga Negara;
3. Bahwa dalam sistem peradilan pidana baik pada tingkat penyelidikan dan penyidikan, penuntutan dan kewenangan mengadili harus dilakukan secara utuh dan universal sesuai dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sehingga tidak menyalahgunakan wewenang dan menimbulkan kerugian hukum bagi setiap warga Negara yang sedang menjalani proses penegakan hukum;
4. Bahwa tindakan paksa, seperti penetapan, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan peraturan perundang-undangan pada dasarnya suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/ terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak tersangka/ terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan nilai penyidikan atau penuntut umum dalam melakukan penetapan, penangkapan, penyitaan, dan penuntutan agar lebih menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
5. Bahwa lembaga Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 s/d 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan/ upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik/ penuntut umum sudah sesuai dengan ketentuan undang-undang. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut;
6. Bahwa Permohonan Praperadilan ini diajukan sesuai dengan ketentuan Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana menyatakan: “Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan serta ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan”;
7. Bahwa pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering tidak dapat menjangkau tindakan penegakan hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai tindakan penetapan tersangka dan Penangkapan telah diakui sebagai wilayah kewenangan Praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, sesuatu yang mungkin terjadi dalam praktik sistem hukum di negara manapun tidak berlaku sistem hukum umum, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa inilah hukum menurut Satjipto Rahardjo disebut “Terobosan Hukum” (Legal Breakthrough) atau hukum yang pro-rakyat (Hukum Progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia;
8. Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan : 
Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang;
 Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
 Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
 Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
9. Namun sejak Putusan Makhamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/ 2014 tanggal 28 April 2015, objek praperadilan ditambah 3 (tiga) objek lagi yaitu sebagai berikut: 
 Sah tidaknya penetapan tersangka; 
 Sah tidaknya penggeledahan; dan
 Sah tidaknya penyitaan.
10. Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan (yurisprudensi) yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka dan Penahanan seperti yang terdapat dalam perkara sebagai berikut yaitu; 
 Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011; 
 Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012;
 Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid. Prap/2012/Pn.Jkt. Sel tanggal 27 november 2012;
 Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid. Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015;
 Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015;
 Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Kelas I A No. 15/Pid.Pra/2023/PN.Lbp tanggal 16 Oktober 2023;
 Dan lain sebagainya.
11. Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut pada intinya menyatakan;
 Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan; 
 Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan.
12. Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan;
13. Bahwa oleh karena Surat Ketetapan Nomor : SP. Tap/33/II/RES.1.11/2024/Reskrim tanggal 17 Februari 2024 tentang Penetapan Tersangka dan Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.Han/30/II/Res.1.11/2024/Reskrim tanggal 18 Februari 2024 terhadap Pemohon berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/B/523/VIII/2023/SPKT/Polres Pelabuhan Belawan/Polda Sumut tanggal 07 Agustus 2023, atas dugaan tindak pidana melakukan pengelapan dan jabatan atau penggelapan atau penipuan secara berulang sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 374 atau 372 dan/atau 378 jo 64 ayat (1) KUHPidana atas nama pelapor HENDRIAN yang dikeluarkan oleh Termohon Praperadilan dan berada dalam yurisdiksi hukum Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Kelas I-A, maka sangat berdasar hukum Permohonan Praperadilan a quo diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Pakam Kelas I-A. Hal ini sejalan dengan pendapat M. Yahya Harahap, S.H. dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP halaman 12, menyatakan: “Semua permohonan yang hendak diajukan untuk diperiksa oleh Praperadilan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang meliputi daerah hukum tempat di mana penangkapan, penahanan, penggeledahan, atau penyitaan itu dilakukan. Atau diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri tempat di mana penyidik atau penuntut umum yang menghentikan penyidikan atau penuntutan berkedudukan.” Atau jika merujuk kepada hukum acara yang bersifat kontentiosa adalah di tempat Termohon Praperadilan berdomisili/bertempat tinggal;
Bahwa berdasarkan pertimbangan hukum tersebut diatas, maka Permohonan Praperadilan terkait Penetapan Tersangka, Penangkapan dan Penahanan, sangat beralasan hukum untuk diterima dan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Kelas 1-A berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara a quo.
 
B. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN
 
1. TERMOHON TIDAK CUKUP BUKTI DALAM MENETAPKAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA
1) Bahwa sebelum Pemohon Praperadilan menerangkan dalil-dalil tentang Termohon Praperadilan tidak cukup bukti dalam menetapkan Pemohon sebagai Tersangka terlebih dahulu Pemohon akan menerangkan awal mula permasalahan agar menjadi terang benderangnya perkara a quo.
2) Bahwa Pelapor tidak memiliki kualitas dan legalitas hukum sebagai Pelapor dalam mewakili kepentingan hukum PT. Karya Anugerah Sejati Pratama (KASP) dan menurut keterangan Pemohon, pelapor adalah driver dari PT. Karya Anugerah Sejati Pratama (KASP) dan sampai saat penetapan Tersangka si pelapor belum dapat membuktikan secara administratif bahwa pelapor adalah bahagian dari PT. Karya Anugerah Sejati Pratama (KASP);
3) Bahwa dalam hukum Perseroan Terbatas Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas telah menyebutkan dalam ketentuan Pasal 98 : “bahwa yang memiliki kewenangan dan atau pertanggung jawaban hukum terkait urusan perselisihan perusahaan hanya dapat diwakili oleh Direksi baik didalam pengadilan maupun diluar Pengadilan”;
4) Bahwa antara Pelapor dengan Tersangka (Pemohon Praperadilan) dalam kasus a quo tidak memiliki hubungan hukum bisnis yang mengikat secara hukum terutama dalam usaha penjualan besi sisa potongan pembuatan gandengan mobil trailer dan besi potongan renovasi trailer, cabin dan trado, kaleng bekas dan plastic bekas milik U.D. Bintang Berlian; 
5) Bahwa adapun areal usaha bengkel U.D. Bintang Berlian sejak tahun 2017 sampai akhir tahun 2023 disewa oleh Pemohon Praperadilan masing-masing sejumlah Rp. 60.000.000,- (Enam Puluh Juta Rupiah) setiap tahun dibayar lunas melalui transfer ke rekening Tjipto Amat selaku pemilik tanah, sehingga antara Pelapor dan Terlapor(Pemohon Praperadilan) nyatanya tidak memiliki hubungan hukum dalam lalu lintas bisnis;
6) Bahwa adapun Usaha pemohon memiliki legalitas sebagaimana Akte Notaris Nomor 4 tanggal 4 April 2019 oleh Notaris Drs. Sudjono, S.H. dan adapun Ijin Lokasi U.D. Bintang Berlian Nomor Induk Berusaha 9120306431355 Tanggal 15 April 2019 Jln. Sumbawa Nomor 7 KIM II Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara serta adapun Ijin Usaha Kode KBLI 45301 U.D. Bintang Berlian Nomor Induk Berusaha 9120306431355 Tanggal 15 April 2019 Jln. Sumbawa Nomor 7 KIM II Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara;
7) Bahwa dalam menjalankan segala usaha Cien Siong Alias Asiong (Pemohon Praperadilan) baik badan usaha maupun modal usaha dan lain-lain yang berhubungan dengan lalu lintas usaha Tersangka/Pemohon adalah sepenuhnya hak dan atau wewenang kepada pelapor; 
8) Bahwa berdasarkan uraian runut kronologi dan legal standing dari Pemohon, maka terhadap penetapan yang dikeluarkan oleh Termohon terkait dugaan sebagaimana dimaksudkan dalam ketentuan pasal 374 atau 372 dan/atau 378 jo 64 ayat (1) KUHPidana oleh Termohon kepada Pemohon hanya berdasar pada Persangkaan (Prejudice) dan tidak adanya pemeriksaan terhadap pelapor dan saksi-saksi serta tidak adanya dokumen-dokumen yang disita terhadap perkara a quo yang memiliki pembuktian dalam hal ini berdasarkan pada Surat Ketetapan Nomor : SP. Tap/33/II/RES.1.11/2024/Reskrim tanggal 17 Februari 2024 tentang Penetapan Tersangka dan Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.Han/30/II/Res.1.11/2024/Reskrim tanggal 18 Februari 2024 terhadap Pemohon berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/B/523/VIII/2023/SPKT/Polres Pelabuhan Belawan/Polda Sumut tanggal 07 Agustus 2023;
9) Bahwa Pemohon Praperadilan dan Termohon Praperadilan sudah pernah melakukan sidang Praperadilan sebelumnya dikarenakan Termohon Praperadilan menetapkan Tersangka (Pemohon Praperadilan) terhadap perkara yang sama dengan Register Perkara Nomor: 15/Pid.Pra/2023/PN Lbp yang telah selesai dan diputus pada tanggal 16 Oktober 2023 dengan amar putusan:
- Mengabulkan permohonan Praperadilan Pemohon untuk sebagian
- Menyatakan tindakan Para Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dengan dugaan Tindak Pidana Penggelapan Dalam Jabatan dan Penipuan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 374 jo Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Para Termohon berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: SP.Tap/276/VIIIU Res. 1.11/2023/Reskrim, tertanggal 30 Agustus 2023 adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat:
- Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Para Termohon yang berkenaan dengan Penetapan Tersangka atas diri Pemohon oleh Para Termohon;
- Memerintahkan kepada Para Termohon Pra Peradilan untuk mengeluarkan Pemohon Pra Peradilan dari Rumah Tahanan Polisi Polres Pelabuhan Belawan dan atau Rumah Tahanan Negara lainnya seketika setelah putusan ini diucapkan;
- Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
- Menolak permohonan pemohon untuk selebihnya;
- Membebankan biaya perkara yang timbul dalam permohonan praperadilan ini kepada Negara sebesar NIHIL;
10) Bahwa berdasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi dengan Nomor Perkara 21/PUU-XII/2014 Frasa "Bukti Permulaan", Frasa "Bukti Permulaan Yang Cukup" dan "Bukti Yang Cukup dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP oleh Mahkamah Konstitusi dinyatakan harus dimaknai sebagai "minimal dua alat bukti" sesuai dengan pasal 184 KUHAP;
11) Bahwa berdasarkan pada dalil-dalil sebelumnya, maka Pemohon ragu terhadap terpenuhinya 2 (dua) alat bukti yang dimiliki oleh Termohon dalam hal menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dan penahanan Pemohon dalam dugaan sebagaimana dimaksudkan dalam ketentuan pasal 374 atau 372 dan/atau 378 jo 64 ayat (1) KUHPidana oleh Termohon kepada Pemohon, mengingat dalam pemeriksaan oleh Termohon;
12) Bahwa apabila dicermati Surat Perintah Penangkapan Nomor : Sp.Kap/27/II/Res.1.11/2024/Reskrim pada tanggal 17 Februari 2024 dan dengan Surat Penetapan Tersangka kepada Pemohon sebagaimana Surat Penetapan Nomor : Sp.Tap/33/II/Res.1.11/2024/Reskrim tanggal 17 Februari tepatnya malam dikeluarkannya setelah di lakukan penangkapan dalam hal ini Termohon mengeluarkan Surat Perintah Penahanan dengan No. Sp/Han/30/II/Res.1.11/2024/Reskrim tertanggal 18 Februari 2024 dengan perhitungan 20 hari (terhitung mulai tanggal 18 Februari 2024 sehingga tanggal 08 Maret 2024) menggunakan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sp. Sidik/326.a/II/Res.1.11/2024/Reskrim, tanggal 16 Februari 2024, bagaimana mungkin dapat dilengkapi ketentuan formil memenuhi 2 (Dua) alat bukti sebagai mana pasal 184 KUHAP berdasarkan Surat Perintah Penyidikan dikeluarkan tanggal 16 Februari 2024, dan Termohon Praperadilan melakukan Penangkapan pada tanggal 17 Februari 2024 dan melakukan penetapan Tersangka tanggal 17 Februari 2024 dan penahanan pada tanggal 18 Februari 2024 dengan kurun waktu 1 hari penyidikan dilakukan penetapan Tersangka, penangkapan dan penahanan.
13) Berdasarkan pada uraian diatas, maka tindakan Termohon yang tidak memenuhi minimal 2 (dual Alat bukti sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU- XII/2014, maka dapat dinyatakan tidak sah dan tidak berdasar atas hukum
 
2. BAHWA PENETAPAN TERSANGKA TIDAK MEMENUHI SYARAT-SYARAT DAN UNSUR PEMIDANAAN PASAL 374 ATAU 372 dan/ATAU 378 Jo 64 AYAT (1) KUHPIDANA.
1) Bahwa adapun syarat pemidanan yakni ada syarat subjektif dan syarat objektif, syarat subjektif  adalah unsur-unsur yang pada diri si pelaku sedangkan syarat objektif adalah unsur-unsur yang hubungannya dengan keadaan-keadaan, adapun unsur subjektif yakni kesengajaan (Dolus) atau ketidaksengajaan (Culpa) sedangkan unsur objektif yakni sifat melanggar hukum, kualitas pelaku dan kausalitas;
2) Bahwa dari syarat subjektif pemidanaan, Tersangka/ Pemohon tidak membuktikan Tersangka Pemohon memiliki niat tindak pidana kepada Pelapor/ Termohon;
3) Bahwa dari syarat objektif pemidanaan, Tersangka/ Pemohon baik dari perbuatan yang sifatnya melanggar hukum sebab akibat tidak membuktikan perbuatan Tersangka Pemohon melakukan tindak pidana;
4) Bahwa apabila dihubungkan dengan unsur-unsur pemidanaan Pasal 374 atau Pasal 372 dan/atau 378 jo 64 ayat (1) KUHPidana dengan rangkaian perbuatan hukum, hubungan hukum serta perbuatan bersifat melawan hukum tidak patut dan tidak beralasan hukum Pemohon di tetapkan menjadi tersangka dalam delik penggelapan dalam jabatan dan penipuan;
5) Bahwa adapun bunyi Pasal 374 KUHPidana yakni "Penggelapan yang dilakukan oleh orang memegang barang itu berhubungan dengan pekerjaannya atau jabatannya atau karena ia mendapat upah uang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun";
6) Bahwa adapun unsur-unsur Pasal 374 KUHPidana sebagai berikut yakni penggelapan, yang dilakukan oleh orang yang penguasaanya terhadap barang (yang memegang barang itu) disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu). Maka dari rumusan unsur pemidanaan pasal 374 KUHPidana di atas apabila dirunut satu persatu maka Pemohon tidak melakuan perbuatan bersifat melawan hukum dalam perbuatan penggelapan Karena salah satu unsur materil yang sangat substantif perbuatan penggelapan tersebut adalah bahwa benda atau barang sebagai objek berada di bawah kekuasaan si pelaku, maka dugaan penggelapan di tuduhkan kepada Pemohon sangatlah keliru, tidak masuk akal dan bertentangan dengan rumusan delik;
7) Bahwa adapun bunyi pasal 372 KUHPidana yaitu “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu”;
8) Bahwa adapun unsur-unsur Pasal 372 KUHPidana sebagai berikut dengan sengaja menguasai secara melawan hukum, suatu benda, sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain, dan berada padanya bukan karena kejahatan.
9) Bahwa adapun bunyi Pasal 378 KUHPidana yakni “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun”;
10) Bahwa adapun unsur-unsur Pasal 378 KUHPidana sebagai berikut dengan maksud menguntungkan diri sendiri dengan melawan hukum, menggerakkan orang untuk menyerahkan barang sesuatu, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang dengan menggunakan salah satu upaya atau cara penipuan (memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, dan rangkaian kebohongan. Sehingga beberapa unsur-unsur pasal 378 KUHPidana tentang penipuan maka keberadaan Pemohon apabila dikaitkan dengan beberapa unsur pemidanaan pasal 378 KUHPidana tidak terpenuhi syarat-syarat pemidanaan melakukan penipuan karena perbuatan Pemohon tidak untuk menguntungkan diri sendiri, menggunakan nama palsu dan tipu muslihat serta rangkaian kebohongan;
11) Bahwa adapun bunyi pasal 64 ayat (1) KUHPidana sebagai berikut Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana; jika berbeda-beda, yang diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat. Bahwa terhadap unsur pasal 64 ayat (1) KUHPidana yaitu Adanya kesatuan kehendak, Perbuatan-perbuatan itu sejenis dan Faktor hubungan waktu (jarak tidak terlalu lama);
12) Sehingga dalam hal berdasarkan uraian-uraian kronologi dan dugaan tindak pidana yang didugakan kepada Pemohon tidak memenuhi unsur sebagaimana ketentuan Pasal 374 atau Pasal 372 dan/atau 378 jo 64 ayat (1) KUHPidana karena Pemohon adalah pmilih sah dari objek perkara a quo, oleh sebab itu maka Termohon yang menetapkan Pemohon menjadi Tersangka dan Penahan yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon sangat keliru dan bertentangan dengan hukum.
 
3. PENETAPAN PEMOHON PRAPERADILAN SEBAGAI TERSANGKA DAN PENETAPAN TAHANAN MERUPAKAN TINDAKAN KESEWENANG-WENANGAN DAN BERTENTANGAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM SERTA TIDAK PROFESIONAL
1) Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak azasi manusia (HAM) sehingga azas hukum praduga tidak bersalah atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, negarapun telah menuangkan itu ke dalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk pada hukum dan HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan;
2) Hukum tanpa nilai akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian itu sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama dari hukum. Jika dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum semejak Montesquieu mengeluarkan gagasan pemisahan kekuasaan. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Keteraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sudikno Mertukusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam undang-undang yang dibuat oleh pihak yang menerapkan dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin ketersediaan bahwa hukum bekerja sebagai suatu peraturan yang harus ditaati;
3) Oemar Seno Menentukan prinsip 'legalitas' merupakan karakteristik yang penting, baik yang dikemukakan oleh 'Rule of Law' konsep, maupun oleh faham 'Rechtstaat' terlebih dahulu, maupun oleh konsep 'Socialist Legality'. Demikian misalnya larangan berlakunya hukum Pidana secara retroaktif atau retrospektif, larangan analogi, berlakunya azas 'nullum delictum' dalam Hukum Pidana, yang semuanya itu merupakan suatu refleksi dari prinsip 'legalitas';
4) Bahwa dalam hukum administrasi negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang dimaksudkan dengan Penyalahgunaan wewenang adalah berwenang melampaui otoritas, mencampuradukkan otoritas dan bertindak sewenang-wenang . Melampaui berwenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang ditentukan berdasarkan undang-undang tertentu. Mencampuradukkan kewenangan dimana saat tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau berwenang menjadi pejabat atau badan lain”. Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar ketentuan peraturan perundang-undangan . Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya berwenang melakukan pengujian dengan bagaimana tujuan dari otoritas yang berwenang (asas spesialitas diberikan);
5) Bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan otoritas (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Penyalahgunaan berwenang juga telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah Keputusan, yakni meliputi; 
a) ditetapkan oleh pejabat yang menempati, 
b) dibuat sesuai prosedur; dan 
c) substansi yang sesuai dengan objek Keputusan 
6) Bahwa berdasarkan uraian yurisdis diatas dan atas Surat Ketetapan Nomor : SP. Tap/33/II/RES.1.11/2024/Reskrim tanggal 17 Februari 2024 tentang Penetapan Tersangka dan Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.Han/30/II/Res.1.11/2024/Reskrim tanggal 18 Februari 2024 yang dikeluarkan oleh Termohon maka dalam hal ini terdapat kesewenangan yang dilakukan oleh Termohon. Hal ini terfaktakan bahwa belum dilakukannya pemeriksaan terhadap pelapor dan saksi-saksi, serta dalam hal ini tidak adanya Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang menjadi hak dari Pemohon, sehingga dalam hal ini Pemohon langsung ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 17 Februari 2024 dan penetapan penahanan pada tanggal 18 Februari 2024;
7) Bahwa upaya paksa Penangkapan dilakukan 1 hari setelah adanya Surat Perintah Penyidikan sebagaimana Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sp.Sidik/362.a/II/Res.1.11/2024/Reskrim tanggal 16 Februari 2024 tanpa adanya terlebih dahulu surat Panggilan kepada Pemohon Praperadilan. Bahwa berdasarkan hal tersebut jelas perbuatan Termohon tidak sesuai dengan prosedur dan melakukan tindakan kesewenang wenangan. 
8) Bahwa terhadap penahanan yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon telah merampas hak kemerdekaan dan hak kebebasan Pemohon, yang dalam hal ini terfaktakan terhadap penahanan Termohon ditahan sejak tanggal 17 Februari 2024 dan Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.Han/30/II/Res.1.11/2024/Reskrim tanggal 18 Februari 2024 baru dikeluarkan oleh Termohon padahal Pemohon Praperadilan sudah di tahan 47 hari pada perkara yang sama namun dikarenakan Permohonan Praperadilan dengan Register Perkara Nomor: 15/Pid.Pra/2023/PN Lbp yang telah selesai dan diputus pada tanggal 16 Oktober 2023 dan dikabulkan Pemohon Praperadilan di keluarkan dari tahanan;
9) Bahwa Termohon telah menggunakan hak penahanannya 20 hari pada tersangka (Pemohon Praperadilan) tanggal 1 September 2023 sebagaimana surat Perintah Penahanan No. Sp.Han/270/IX/Res.1.11/2023/Reskrim terhitung tanggal 01 September 2023 s/d tanggal 20 September 2023, dan Termohon telah melakukan hak perpanjangan penahanan 40 hari sebagaimana Surat Perpanjangan Penahanan Nomor : 611/L.2.14.9/Eoh.1/09/2023 tanggal 12 September 2023 terhitung tanggal 21 September 2023 s.d tanggal 30 Oktober 2023.
10) Bahwa dikarenakan Putusan Praperadilan dengan Register Perkara Nomor: 15/Pid.Pra/2023/PN Lbp yang telah selesai dan diputus pada tanggal 16 Oktober 2023, maka Pemohon Praperadilan di keluarkan dari Rumah Tahanan Polisi Polres Pelabuhan Belawan dan atau Rumah Tahanan Negara lainnya seketika setelah putusan ini diucapkan sebagaimana amar putusan point 4.
11) Bahwa dengan tindakan Termohon Praperadilan melakukan Penangkapan sebagaimana Surat Perintah Penangkapan Nomor : Sp.Kap/27/II/Res.1.11/2024/Reskrim pada tanggal 17 Februari 2024 dan dengan Surat Penetapan Tersangka kepada Pemohon sebagaimana Surat Penetapan Nomor : Sp.Tap/33/II/Res.1.11/2024/Reskrim tanggal 17 Februari tepatnya malam dikeluarkannya setelah di lakukan penangkapan dalam hal ini Termohon mengeluarkan Surat Perintah Penahanan dengan No. Sp/Han/30/II/Res.1.11/2024/Reskrim tertanggal 18 Februari 2024 dengan perhitungan 20 hari (terhitung mulai tanggal 18 Februari 2024 sehingga tanggal 08 Maret 2024).
12) Bahwa berdasarkan uraian di atas jelas dan terfaktakan Termohon telah melanggar ketentuan formil penahanan dan telah melakukan penahanan dengan kesewenang-wenangan, dikarenakan Termohon tidak lagi memiliki kewenangan melakukan penahanan dikarenakan Termohon telah melaksanakan pada tanggal hak penahanannya 20 hari pada tersangka (Pemohon Praperadilan) tanggal 1 September 2023 sebagaimana surat Perintah Penahanan No. Sp.Han/270/IX/Res.1.11/2023/Reskrim terhitung tanggal 01 September 2023 s/d tanggal 20 September 2023, dan Termohon telah melakukan hak perpanjangan penahanan 40 hari sebagaimana Surat Perpanjangan Penahanan Nomor : 611/L.2.14.9/Eoh.1/09/2023 tanggal 12 September 2023 terhitung tanggal 21 September 2023 s.d tanggal 30 Oktober 2023. Namun Termohon membuat kembali Penahanan 20 hari kepada Pemohon Praperadilan sebagaimana Surat Perintah Penahanan dengan No. Sp/Han/30/II/Res.1.11/2024/Reskrim tertanggal 18 Februari 2024 dengan perhitungan 20 hari (terhitung mulai tanggal 18 Februari 2024 sehingga tanggal 08 Maret 2024) dengan demikian Termohon telah terbukti melakukan penahanan sewenang-wenang yang merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan diduga telah dilakukannya perampasan kemerdekaan orang lain sebagaimana Pasal 333 KUHPidana.
13) Berdasarkan tinjauan mengenai sah atau tidaknya sebuah Keputusan apabila dibandingkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon Praperadilan kepada Pemohon Praperadilan terhadap penetapan Tersangka dan Penahanan Pemohon Pra Peradilan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka Yang Muliah Hakim pada Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Kelas I-A yang memeriksa dan mengadili perkara a quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan Penyitaan Barang Bukti terhadap Pemohon dapat dinyatakan sebagai Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum;
 
C. PETITUM
Bahwa upaya hukum Praperadilan ini kami lakukan semata-mata demi mencari keadilan dan kebenaran hukum agar tidak terjadi perbuatan sewenang-wenang dalam jabatan serta menyalahi hukum, maka berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas, maka Pemohon Praperadilan dengan hormat memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Kelas I-A Cq. Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo agar berkenan memanggil pihak-pihak dalam perkara a quo, memeriksa dan mengadili perkara a quo serta menjatuhkan Putusan sebagai berikut:
 
-------------------------------------------MENGADILI--------------------------------------------
1. Mengabulkan Permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;
2. Menyatakan tindakan Termohon Praperadilan mengeluarkan Surat Ketetapan Nomor : SP. Tap/33/II/RES.1.11/2024/Reskrim tanggal 17 Februari 2024 tentang Penetapan Tersangka dan Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.Han/30/II/Res.1.11/2024/Reskrim tanggal 18 Februari, atas dugaan tindak pidana melakukan pengelapan dan jabatan atau penggelapan atau penipuan secara berulang sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 374 atau 372 dan/atau 378 jo 64 ayat (1) KUHPidana adalah tidak sah dan tidak berdasarkan asas hukum;
3. Menyatakan tidak sah segala keputusan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon Praperadilan yang mengenai penyitaan atas barang tidak bergerak dari Pemohon Praperadilan;
4. Menyatakan perbuatan Termohon Praperadilan adalah perbuatan kekeliruan yang mengakibatkan kerugian bagi Pemohon Praperadilan atas Penetapan Tersangka dan penetapan penahanan dalam perkara a quo;
5. Memerintahkan kepada Termohon Praperadilan untuk mengeluarkan Pemohon Praperadilan dari Rumah Tahanan Polres Pelabuhan Belawan dan/atau Rumah Tahanan Negara lainnya seketika setelah putusan ini diucapkan;
6. Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya;
7. Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada Negara.
Apabila Majelis Hakimberpendapat lain, mohon keputusan yang seadil-adilnya (Ex Aequo et bono).
Pihak Dipublikasikan Ya